Syaibah bin Hasyim atau yang biasa dikenal Abdul Muthalib, ia adalah kakek dari Nabi Muhammad Saw. Dikenal Abdul Muthalib karena dulu ia pernah diasuh oleh pamannya yang bernama Muthalib, jadi nama Abdul Muthalib itu artinya (hambanya Muthalib). Suatu ketika, Abdul Muthalib bermimpi berada di suatu tempat yang terdapat dua berhala, lalu menggali tanah diantara berhala itu dan menemukan sumur zam-zam yang telah lama hilang tertimbun tanah. Mimpi itu berulang beberapa kali, hingga membuat Abdul Muthalib penasaran dan mencari tempat di mimpinya tersebut.
Setelah mencari-cari, akhirnya Abdul Muthalib menemukan tempat itu. Ia berusaha untuk menggali tanah diantara dua berhala tersebut untuk merealisasikan mimpinya itu. Namun sebelum itu, Abdul Muthalib ditentang oleh beberapa Kabilah. Karena disitu terdapat dua berhala bernama Ashaf dan Nallah yang biasa di sembah oleh masyarakat setempat. Hal ini yang membuat Abdul Muthalib mengurungkan sementara niatnya itu karena ia harus berhadapan dengan beberapa Kabilah sementara Abdul Muthalib hanya berdua saja dengan putra yaitu Harits.
Menyadari situasi tersebut, Abdul Muthalib bergegas menuju Ka’bah lalu bermunajat berdoa kepada Allah, lalu ia juga bernadzar, “Ya Allah, jika aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka’bah sebagai bentuk kurban.” Allah pun mengabulkan do’a Abdul Muthalib, satu persatu anaknya lahir setiap tahun, hingga berjumlah 10. Yang paling terakhir Abdullah, dia orang yang paling disayang Abdul Muthalib.
Anak-anak Abdul Muthalib tumbuh dengan baik, menonjol di masyarakat, pemberani, cerdas, tangkas, bijaksana dan berakhlak baik. Tentunya hal ini, memuluskan rencana Abdul Muthalib dahulu yang ingin menggali sumur zam-zam. Kali ini tidak ada kabilah yang berani menentang. Dan benar saja setelah dilakukan penggalian sumur zam-zam kembali memancar dan airnya melimpah.
Hal ini membuat Abdul Muthalib disanjung, dihargai dan dihormati
masyarakatMekkah, dia juga loyal kepada jama’ah haji dengan memberikan
minuman dan
makanan.
Bani Hasyim kini semakin disanjung dan mempunyai tempat tersindiri di masyarakat Mekkah. Hal ini juga yang membuat Bani Umayyah semakin tidak senang terhadap Bani Hasyim, melanjutkan rentetan permusuhan hingga ke anak cucunya, Nabi Muhammad Saw dengan Abu Sufyan, Sayyidna Ali dan Hasan dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, Sayyidina Husein dengan Yazid bin Muawiyah, dan seterusnya.
Setelah usahanya itu berhasil Abdul Muthalib bersiap menjalankan nadzarnya yaitu menyembelih satu diantara anaknya yang 10 (Harits, Abu Lahab, Dirar, Abbas, Al-Muqawwim, Hajl, Hamzah, Zubair, Abu Thalib, dan Abdullah). Abdul Muthalib memutuskan renca untuk mengundi nama diantara anak-anaknya, siapa yang namanya keluar maka ia yang disembelih. Setelah pengundian ternyata yang keluar nama Abdullah,artinya Abdullahlah yang akan disembelih, namun ini membuat Abdul Muthalib berat hati karena ia sangat menyayanginya. Begitupun masyarakat Mekkah mereka juga tidak rela Abdullah disembelih.
Kemudian Abdul Muthalib dan para warga mendatangi seorang Dukun untuk
memutuskan perkara itu, Sang Dukun pun akhirnya berkata, bahwa mereka
bisa menebus Abdullah dengan kurban lainnya, yaitu berupa 10 ekor unta.
Tapi mereka harus mengundi antara 10 ekor unta tersebut dengan Abdullah.
Bila yang keluar kembali adalah nama Abdullah, maka mereka harus
menambahkan 10 lagi, dan begitu seterusnya. Akhirnya Abdul Muthalib
meletakkan 10 ekor pertama di samping
Abdullah. Setelah diundi, nama
yang keluar adalah nama Abdullah, dan ia menambahkan 10 ekor lagi, namun
yang keluar tetap nama Abdullah, demikian seterusnya hingga terkumpul
100 ekor unta, dan akhirnya nama Abdullah tidak keluar
lagi.
Melihat
hal ini, Abdul Muthalib sangat bahagia begitupun para warga. Banyak
yang terharu bahkan sampai menangis. Kemudian disembelihlah 100 ekor
unta tadi di sisi Ka’bah dan membiarkannya tanpa disentuh manusia
maupun binatang. Singkat cerita, Abdullah tumbuh dewasa dan Abdul
Muthalib menikahkannya dengan perempuan bernama Aminah binti Wahab dari
Bani Zuhrah. Dari pernikahan ini lahir seorang putra bernama Muhammad.
Nabi Muhammad lahir pada 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Dinamakan tahun Gajah karena pada saat itu bertepatan pada peristiwa penyerangan Ka’bah oleh Raja Abrahah yang pasukannya menunggangi gajah. Saat itu Allah langsung menurunkan azabnya dengan menurunkan burung Ababil dengan membawa kerikil dari neraka untuk dilemparkan kepada Pasukan Gajah itu, hingga akhirnya mereka semua tewas mengenaskan.
Penulis : Muhammad Firdaus