Catatan Kajian Rutin Kitab Al Maghazi An Nabawiyah, Pertemuan, Perjanjian Hubaibiyah


 Sebelum Hudaibiyah sebetulnya banyak peperangan-peperangan yang terjadi sebelumnya seperti Ghazwah Badr, Ghazwah Uhud, dan lain-lain, namun mungkin Ibnu Syihab az-Zuhri mempunyai alasan tersendiri mengapa Peristiwa Hudaibiyah ini ditaruh diatas lebih dulu dari persitiwa-peristiwa sebelumnya.

Ada yang harus kita bedakan antara Ghazwah dengan Sariyyah, Ghazwah itu peperangan atau peristiwa yang Rasulullah Saw ikut langsung ke lapangan atau medan. Sedangkan Sariyyah itu peristiwa atau peperangan yang Rasulullah Saw tidak ikut, Rasulullah Saw menyerahkan kepada para Sahabat. Jika kita lihat mengenai Ghazwah dan Sariyyah atau aktifitas umat Islam itu jumlahnya sebanyak sekitar 95 kali.

Dari 95 kali itu, Ghazwahnya (Nabi Muhammad ikut terlibat) sekitar 28 kali. Sementar sisanya itu Sariyyah (Nabi Muhammaf tidak ikut atau terlibat). Jadi totalnya sekitar 95 ini sejak di Madinah tahun 622 Masehi sampai 630 Masehi. Dan 2 tahun setelah itu terjadi Fathu Makkah dan wafatnya Rasulullah Saw.

Mengenai Peristiwa Hudaibiyah, puncaknya adalah ketika Rasulullah Saw berdiplomasi dengan Kafir Quraisy dengan melakukan perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah. Hal ini diatar belakangi oleh Rasulullah Saw yang ingin mengunjungi Baitullah dan melakukan Umrah. Kemudian Rasulullah Saw melakukan perjalanan ke Mekkah dengan membawa hewan Unta yang ingin dikorbankan, Unta tersebut dikasih tanda dengan dirobek bagian punuknya sebagai tanda bahwa Unta ini akan dikurbankan.

Dalam perjalanan itu Rasulullah Saw serta umat Islam memakai pakaian ihram dan melarang umat Islam untuk membawa senjata, karena memang niatnya hanya ingin melakukan Umrah bukan untuk perang. Rasulullah Saw juga mengirimkan mata-mata atau pengintai dari Bani Khuza’ah untuk mengetahui bagaimana keadaan di Mekkah. Kemudian Rasulullah Saw dan umat Islam terus berjalan hingga sampai di sebuah tempat bernama Ghadir Al-Asthat, disini Rasulullah Saw bertemu dengan mata-mata beliau tadi. Mata-mata itu mengabarkan bahwa orang-orang Kafir Quraisy sudah mengetahui maksud umat Islam, dan mereka sudah berkumpul semuanya bersiap menyambut dan memerangi umat Islam.

Rasulullah Saw lanjut berjalan, namun ditengah perjalanan terlihat Khalid bin Walid dan lainnya yang menunggangi kuda sedang mengawasi gerak-gerik umat Islam. Saat itu juga Untanya Rasulullah Saw menderung dan tiba-tiba berhenti berjalan. Lalu dari umat Islam banyak yang berkata bahwa Unta itu haus atau kelelahan. Namun Rasulullah Saw berpendapat bahwa Unta ini tidak serta merta berhenti begitu saja, tapi ada yang memberhentikannya, sebagaimana Gajah pasukan Abrahah dulu diberhentikan, yaitu oleh Allah.

Kemudian Rasulullah Saw berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada ditangan-Nya, jika mereka (orang-orang Kafir Quraisy) membuat langkah kesepakatan atau perjanjian saya akan menerimanya, asalkan tidak perang.” Setelah itu Rasulullah Saw membangunkan Untanya dengan berkata, “Bangun.. wahai Unta.” Lalu Unta tersebut bangun. Kemudian Rasulullah Saw dan Umat Islam tiba di suatu tempat dimana disitu terdapat sebuah sumur atau kolam kecil, lalu umat Islam berduyung-duyung mengambil air itu untuk keperluannya, hingga sumur itu habis tidak ada airnya.

Lalu ada sebagian umat Islam yang mengeluh mendatangi Rasulullah Saw, bahwa ia tidak kebagian air itu dan kehausan. Setelah itu, Rasulullah Saw mengambil anak panahnya lalu menyuruh orang-orang tadi untuk menancapkannya di sumur tersebut. Dan akhirnya sumur itu mengeluarkan airnya lagi. umat Islam semuanya pun sangat bergembira.

Sesaat kemudian, tibalah seseorang bernama Budail bin Warqa dari kabilah Bani Khuza’ah dia menyatakan akan menjaga Rasulullah Saw dan menjadi pengikut setianya. Rasulullah Saw berkata, “Saya lihat itu orang-orang Quraisy berdatangan berbondong-bondong kesini.” “Mereka ingin menghalangi engkau ya Rasulullah untuk masuk ke Mekkah.” Jawab Budail. Lalu Rasulullah Saw berkata, “Tolong sampaikan kepada mereka bahwa maksud kedatangan saya dan sahabat-sahabat saya ini hanya ingin berziarah ke Baitullah tidak untuk perang, jika memang perlu diadakan gencatan senjata atau perjanjian damai, saya siap memenuhinya.” Budail menjawab, “Baik, Rasulullah nanti saya sampaikan.”

Budail bin Warqa pun segera mendatangi orang-orang Kafir Quraisy dan menyampaikan maksud dari Rasulullah Saw tersebut. Saat Budail ingin menyampaikan maksud itu, ada orang-orang dari mereka berkata, “Kami tidak ingin mendengar ucapan apapun dari Muhammad.” Namun ada juga dari mereka yang berkata, “Silahkan sampaikan, apa yang Muhammad katakan kepadamu?.” Lalu Budail menyampaikan bahwa kedatangan Rasulullah Saw hanya ingin Umrah menziarahi Baitullah saja dan ia bersedia jika memang diadakan gencatan senjata atau perjanjian perdamaian.

Kemudian Urwah bin Mas’ud berkata, “Wahai kaumku, saya bapak kalian bukan?.” Lalu mereka menjawab, “Iya”. “Dan kalian anak-anakku bukan?.” Mereka menjawab lagi, “Iya”. “Apakah kalian menaruh kecurigaan kepada saya.” Mereka menjawab “Tidak”. Kemudian Urwah berkata lagi, “Ya sudah, jika begitu, saya katakan bahwa Muhammad ini menawarkan kalian sebuah rencana yang bagus, bijak, dan dewasa. Maka terimalah, biar saya nanti yang datang kepadanya.” Orang-orang Kafir Quraisy pun menerima apa yang diucapkan Urwah bin Mas’ud tersebut.

Lalu Urwah bin Mas’ud dan tokoh Quraisy lainnya mendatangi Nabi Muhammad Saw untuk membicarakan itu. Singkat cerita, tibalah pada detik-detik perjanjian itu, dan datanglah Suhail bin Amr salah satu tokoh Quraisy, Rasulullah Saw pun menyambutnya dan berkata, “Jika Suhail sudah datang, urusan kita akan menjadi mudah.” Perkataan Rasulullah Saw ini dimaksud untuk memujinya. Kemudian Suhail berkata, “Silahkan Muhammad, kita bikin perjanjian, panggil juru tulismu.” Kemudian Rasulullah Saw memanggil Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah untuk menjadi juru tulisnya.

Rasulullah Saw berkata, “Tulislah kata Bismillahirrahmanirrahim.” Saat itu Suhail bin Amr langsung menyangkal dan berkata, “Apa ini maksudnya, apa itu Ar-Rahman? Ar-Rahiim? Saya tidak kenal kata itu, hapus saja.” Rasulullah Saw pun menerima permintaan Suhail tersebut dengan sabar, lalu kalimat Bismillahirrahmanirrahim itu diganti dengan Bismika Allahumma. Saat itu para Sahabat marah dan banyak yang menentang. Namun Rasulullah Saw menenangkannya dan menyuruhnya untuk bersabar.

Kemudian Rasulullah Saw menyuruh untuk menuliskan “ini adalah perjanjian yang disepakati oleh Muhammad Rasulullah (Utusan Allah).” Suhail pun kembali protes dan ia berkata, “Demi Allah, jika saya meyakini bahwa kamu itu utusan Allah, saya tidak akan pernah menahanmu disini dan memerangimu dari dulu. Hapuslaj kata Rasulullah dan tulislah Muhammad putra Abdullah.” Lagi dan lagi Rasulullah Saw bersabar dan menerima permintaan Suhail bin Amr tersebut. Lalu Rasulullah Saw berkata, “Baik saya menerima semua itu dan akan menandatanganinya sekarang juga, tapi syaratnya mohon izinkan kami sekarang juga untuk pergi ke Baitullah.”

Kemudian Suhail bin Amr berkata, “Jika seperti itu, mengizinkanmu untuk berkunjung ke Mekkah sekarang juga, nanti kami kalah padamu, artinya Kaum Quraisy kalah dengan Kaummu. Saya hanya setuju jika kamu Muhammad dan kaummu berkunjung ke Mekkah pada tahun depan saja, kalau sekarang saya tidak setuju, pulanglah.” Hal ini membuat umat Islam mendidih, bertambah marah, dan melakukan apapun. Namun, tetap saja Rasulullah Saw menengkan mereka dan menyuruh mereka untuk menerimanya dan bersabar.

Setelah itu, dituliskan lagi beberapa butir perjanjian yang isinya itu apabila ada orang Mekkah yang pergi mendatangi Nabi ke Madinah itu harus dikembalikan ke Mekkah dan apabila ada orang Islam Madinah yang datang kembali ke Mekkah tidak boleh kembali ke Madinah. Lagi lagi ini yang membuat para Sahabat dan umat Islam geram mereka berteriak, “Subhanallah!.” Mereka sudah tidak tahan karena kesepakatan ini hanya menguntungkan orang-orang Kafir Quraisy dan sangat merugikan umat Islam. Namun seperti biasa Rasulullah Saw menerima permintaan kesepakatan itu.

Ketika dalam keadaan tegang itu datang juga seseorang dari Mekkah dalam keadaan terikat yaitu Abu Jandal bin Suhail, putranya Suhail bin Amr sendiri yang sudah masuk Islam dan disandera olehnya saat pulang ke Mekkah.. Saat itu Suhail bin Amr berkata, “Ini Muhammad, saya akan menguji kesetiaanmu dalam kesepakatan ini, putraku ini waktu itu datang dari Madinah dan sekarang di Mekkah. Artinya dia tidak boleh kembali ke Madinah bersamamu.” Rasulullah menjawab, “Bagaimana bisa, sementara perjanjian ini saja belum selesai?.” Lalu Suhail kembali berkata, “Jika seperti itu, ya sudah tidak usah ada perjanjian ini, saya tidak mau, saya akan membatalkan.”

Awalnya Rasulullah Saw mencoba bernego kepada Suhail agar putranya itu bisa ikut kembali bersamanya di Madinah, namun karena Suhail tetap kekeh pada pendiriannya, akhirnya Rasulullah Saw pun dengan sabar menyetujui permintaan Sahal tersebut. Abu Jandal yang melihat itu sontak berkata, “Wahai orang-orang Islam, saya datang kesini untuk menemuimu untuk kembali bersamamu, kenapa kalian mengembalikanku lagi kepada ayahku, tega sekali.” Hal ini pun yang benar-benar membuat para Sahabat kecewa, salah satunya Umar bin Khattab dia kehabisan akal untuk memikirkan apa maksud Rasulullah Saw menyetujui perjanjian berat sebelah itu. Bahkan ia pun merasakan keraguan pertama kalinya kepada Rasulullah Saw dan Islam.

Kemudian suatu ketika Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Nabi, bukankah engkau ini utusan Allah?.” Rasulullah Saw menjawab, “Iya.” Umar bin Khattab berkata lagi, “Bukankah kita ini berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang salah?.” Rasulullah Saw menjawab, “Iya, kita di pihak yang benar mereka di pihak yang salah.” Umar bin Khattab kembali berkata, “Lalu kenapa rela dengan kehinaan, mengapa kita mengalah?.” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Umar, saya ini utusan Allah, saya tidak akan pernah menyalahi wahyu Allah, maka saya yakin Allah pasti menolong saya.”

Setelah itu, Umar bin Khattab juga mendatangi Abu Bakar dan berkata, “Wahai Abu Bakar, apakah engkau memikirkan hal yang sama denganku, bagaimana pendapatmu mengenai kerugian ini semua?.” Abu Bakar menjawab, “Wahai Umar, Nabi Muhammad itu utusan Allah, dia hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah , maka pastilah Allah sendiri yang akan menolongnya.” Kemudian Umar bin Khattab pun terdiam, dia sadar dan berpikir bahwa tidak sepantasnya meragukan Rasulullah Saw, apa yang telah dilakukannya ini suatu kesalahan dan dosa. Karena rasa bersalahnya itu Umat bin Khattab lalu melakukan taubat dan beribadah dengan sangat giat dalam upaya menebus kesalahannya itu.

Kemudian setelah perjanjian itu ditanda tangani perjanjian tersebut, Rasulullah Saw menyuruh para Sahabat dan umat Islam untuk menyembelih binatang kurbannya serta memangkas rambut. Para Sahabat banyak yang berkata, “Untuk apa wahai Rasulullah? Bukankah kita tidak jadi untuk pergi Umrah?.” Rasulullah Saw mengulangi perintahnya itu sampai tiga kali, namun reaksi dari umat Islam hanya diam saja. Rasulullah Saw yang melihat keadaan itu, lalu pergi menemui istrinya Ummu Salamah dan berkata kepadanya, “Mengapa para Sahabatku dan umat-umatku tidak memenuhi perintahku untuk menyembelih hewan kurban dan mencukur rambutnya?.”

Maka Ummu Salamah menjawab, “Wahai Rasulullah, saya menyarankan engkau untuk keluar menemui mereka dan mulailah engkau sendiri yang menyembelih hewan kurban dan mencukur rambutmu.” Lalu Rasulullah Saw pun melaksanakan saran dari Ummu Salamah tersebut, benar saja ketika Rasulullah Saw sedang melakukan itu para sahabat dan umat Islam pun ikut beramai-ramai menyembelih hewan kurbannya dan mencukur rambutnya. Kemudian setelah itu Rasulullah Saw dan umat Islam kembali menuju Madinah, dan menunggu tahun depan untuk melaksanakan Umrah, sesuai pada perjanjian yang sudah disepakati.

Penulis : Mochamad Firdaus

Lebih baru Lebih lama