KEARIFAN LOKAL KABUPATEN INDRAMAYU: SUKU DAYAK BUMI SEGANDU DERMAYU


Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu ialah sekelompok komunitas atau Perkumpulan yang berada di wilayah Desa Krimun Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

Konon kelompok komunitas ini mengklaim beranggotakan ratusan orang yang menyebar di berbagai daerah seperti Subang, Karawang, Cirebon serta Indramayu itu sendiri tepatnya di wilayah kecamatan Losarang, jika kita ingin pergi ke Indramayu kota atau Cirebon dari arah subang itu akan melewati daerah Kecamatan Losarang karena letak wilayahnya di belah oleh Jalan Pantura Kabupaten Indramayu.

Berbicara mengenai atar Belakang adanya Komunitas Suku Dayak Losarang Indramayu tidak lepas dari riwayat hidup pendirinya yaitu Pangeran Takmad Diningrat Gusti Alam. Ki Takmad seorang guru pencak silat dan sebagai pemilik padepokan perguruan silat tersebut. Ki Takmad Mempunyai kemampuan bela diri yang bagus, di samping itu Ki Takmad adalah seorang dukun yang terkenal karena keahlianya entah itu ilmu bela diri atau ilmu kanuragan. Pada waktu itu sekitar tahun 1990 di Desa Krimun ada dua dukun yang terkenal, yang pertama bernama Ki Takmad dan yang kedua Ki Karma. Mereka ini ditakuti masyarakat Losarang dan sekitarnya. Ki Takmad juga seorang yang baik dan bijaksana dalam keseharianya Kebijaksanan hidup Ki Takmad yang membuat para anggota dari Komunitas Suku Dayak Losarang Indramayu semakin bertambah dan menyegani kehebaran atau kemampuan beliau. Dia bersikap baik, sopan, dan kejujurannya mempunyai daya tarik tersendiri bagi Komunitas ini. Ki Takmad mengajarkan konsep kemenyatuan diri dengan alam kepada para pengikutnya

Sumber: Goggle Image

Takmad atau yang bernama lengkap Paheran Takmad Diningrat Gusti Alam lahir pada tanggal 10 Oktober 1940, di Desa Malang Semirang Kecamatan Loh bener Kabupaten Indramayu. Ki Takmad adalah anak laki-laki dari bapak Sardi. Ki Takmad seorang yatim dalam kandungan, ayahnya meninggal ketika Ki Takmad masih dalam kandungan ibunya pada usia tiga bulan. Ki Takmad pun selama ini hidup dalam kemiskinan, tidak mampu untuk mengikuti pendidikan formal, tidak pernah belajar ilmu agama seperti anak lain seusianya, karena masalah ekonomi keluarganya. Oleh sebab itu sekarang Ki Takmad tidak bisa membaca dan menulis, serta tidak begitu fasih dalam berbahasa Indonesia, hanya bisa menguasai bahasa Jawa Indramayu. Menginjak usia 15 tahun, Ki Takmad bekerja sebagai kuli pelabuhan yang berpindah-pindah dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Dia belajar ilmu bela diri

di beberapa tempat yang disinggahinya. Ketika kembali ke daerah asalnya Loh bener atau kecamatan Lohbener. Ki Takmad menyunting seorang gadis dari desa Krimun dan kemudian memperistrinya. Ki Takmad menikah dengan Sarinih (Sarini Nyi Ratu Giri Warna) itu dikaruniai 11 orang anak, terdiri atas 3 anak perempuan, dan 8 anak laki-laki. Dari kesebelas orang anaknya, 6 di antaranya telah meninggal akibat terkena serangan penyakit. Kini Ki Takmad hidup bersama istri dan 5 orang anak yaitu, Darto Suhendra, Syarifudin, Dewi Mustika Ratu, Nuryati, dan Sri Penganten Gumilang sari dan dikaruniai empat cucu

Kemudian Ki Takmad mengembangkan serta mengasah ilmu yang dimilikinya, baik ilmu kebatinan maupun ilmu kanuragan. Awalnya Ki Takmad  hanya mengajarkan istri dan anak-anaknya saja yang menjadi pengikutnya, akan tetapi kemudian ada juga beberapa warga masyarakat terdekat menjadi anggota perguruannya

Ki Takmad mendirikan perguruan yang mengajarkan ilmu kanuragan dengan nama Silat Serbaguna (SS) pada tahun 1974, Perguruan pencak Silat Serbaguna merupakan salah satu cabang dan diketuai oleh Om Yudon. Kepemimpinan perguruan SS berpindah tangan dari Om Yudon ke Ki Takmad. Kata serbaguna diartikan sebagai ilmu yang dipelajari untuk mendapatkan pengasihan, rezeki, digeruni, pelaris, dan untuk mengobati penyakit jasmani dan

rohani. Pada saat itu perguruan Silat Serbaguna (SS) ini bertempat di daerah Catur Pinggan Indramayu. Belajar ilmu silat tampaknya lebih mendorong anak didiknya berlaku sombong, karena sudah merasa bisa berkelahi. Beberapa anggota cabang SS banyak yang menyimpang dari aturan perguruan. Diluar, mereka suka berjudi, minuman keras, main perempuan dan berkelahi dengan kelompok lain. Tidak betah dengan kelompok ini, Ki Takmad membubarkan SS. Anggota Perguruan ini Pada suatu ketika Ki Takmad melakukan pertapaan selama empat bulan dirumahnya, dan pada suatu malam tanggal 19 November 1996 Ki Takmad mendapat ilham, bahwa ditanah jawa, ditanah Indramayu ini ada woro-woro atau perang saudara dan banjir darah. “Fatwa bapak kamu harus membuat kebaikan seumur hidup bahwa alam akan berubah, akan ada woro-woro di Indramayu kalau kamu asli manusia tidak akan mati dan itulah manusia seutuhnya”. Ilham tersebut oleh Ki Takmad dianggap sebagai awal dari lahirnya Sejarah Jawa. Setelah mendapat ilham akhirnya Ki Takmad memutuskan untuk mengganti nama perguruannya dengan Jaka Utama dengan nama Gelar-an Alam (Sejarah adanya Manusia), atau sekarang disebut dengan Komunitas Suku Dayak Losarang Indramayu atau disebut juga dengan Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandhu.

Ada beberapa fakta unik mengenai suku Dayak Indramayu yang jarang di temui atau di dapati di Suku atau komunitas lain diantaranya yaitu.

Tidak terikat aturan manapun, Mempunyai aturan tersendiri dalam komunitasnya, anggota Suku Dayak Indramayu menolak terikat pada aturan di luar komunitasnya. Baik itu sesuatu yang diatur oleh agama maupu ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Keyakinan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari adalah bahwa manusia berhak berkehendak sendiri, walaupun demikian mereka tidak bertindak semena mena dalam artian hidup rukun dengan warga atau masyarakat lainya hidup berdampingan dengan masyarakat pada umumnya.

Sangat mengagungkan kaum perempuan, Layaknya memperlakukan putri dengan kemanjaan seperti di negeri dongeng, maka begitulah gambaran perempuan-perempuan di tengah Komunitas Suku Dayak Indramayu. Bagi kaum laki-kali komunitas ini, perempuan menempati posisi yang amat tinggi. Sehingga para lelakilah yang mengurus semua hal terkait kebutuhan rumah tangga. Mulai dari mencari nafkah, melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, memasak, dan memandikan anak , semuanya laki-laki yang mengerjakan

Jarang sekali mandi, Merasa badan gerah, lengket, berkeringat, serta kotor dan perasaan tidak enak lainnya akan muncul jika orang pada umumnya tidak mandi seharian saja. Nah, uniknya Komunitas Suku Dayak Indramayu ini malah mengaku terbiasa dengan hal tersebut. Mereka terbiasa tidak mandi seminggu, sebulan, bahkan lebih. Kebiasaan mandinya pun berbeda dengan tata cara mandi orang pada umumnya. Disebut ‘kumkum’, adalah sebuah ritual merendamkan diri di dalam air. Ritual ‘kumkum’ diawali dengan kegiatan kidung yang dilakukan menjelang tengah malam. Selepas itu, peserta ritual menuju sungai terdekat untuk merendamkan diri selama hampir delapan jam hingga keesokan harinya.Dengan bertelanjang dada dan hanya bercelana sampai lutut, mereka menikmati dinginnya air sungat dan tingkah hewan-hewan kecil di dalamnya, eitss jangan salah yah jutru dengan kebiasan tersebut masyarakat suku Dayak Indramayu tersebut jarang terkena penyakit, pernah ada beberapa mahasiswa melakukan penelitian tentang sistem imun atau kekebalan tubuh Suku Dayak dan mendapatkan hasil bahwa sistem imun dan ketahanan tubuh Suku Dayak itu lebih kuat dari Masyarakat Umum lainya.

Ritual Mepe, Mepe merupakan Bahasa Jawa yang berarti berjemur. Ritual ini tak lain adalah acara lanjutan dari prosesi kumkum yang telah dilakukan sebekumnya. Nantinya, peserta ritual akan menjemur dirinya di atas tanah sambil berbaring membentuk lingkaran dan menghadap matahari.

Ritual yang dilakukan para laki-laki ini bermaksud untuk mengeringkan badan, dan juga mendekatkan diri dengan alam melalui penghormatan terhadap tanah yang menjadi alas dan terik matahari yang menyinari. Nah, setelah ritual mepe dan kumkum berakhir, peserta ritual meyakini bahwa dirinya merasa terlahir menjadi orang yang baru.

Gaya Berbusana, Cara mudah mengenali Suku Dayak Indramayu adalah dengan melihat gayanya dalam berbusana. Anggota Suku Dayak Indramayu tulen, akan selalu mengenakan celana bercorak hitam dan putih. Kedua warna ini melambangkan alam yang menghadirkan siang dan malam. Mereka juga selalu bertelanjang dada, dan tidak menganut agama apapun. Sedangkan anggota biasa, adalah mereka yang masih menganut agama dan keyakinan masing-masing, biasa menggunakan pakaian serba hitam putih

Mereka juga meyakini bahwa jika salah seorang dari mereka sakit, maka dianggap sedang dalam jalan yang salah dalam hidup. Sehingga, mereka akan menerungi diri dan diam sampai penyakitnya sembuh dengan sendirinya. Mereka tidak pernah berusaha mengobati diri seperti berobat atau pergi ke rumah sakit.

Ada banyak sekali kearifal lokal dari wilayah yang dijuluki kota mangga ini, mulai dari letaknya yang berada bersebelahan dengan wilayah sunda tetapi memeiliki ciri yang begitu khas, dari citarasa makanan, buah Mangga yang khas dari Indramayu, wisata pulau biawak dan Suku Dayak yang menjadi pelengkap begitu Eksotisnya kekayaan Alam serta kebuadayaan Daerah ini, tidak lain dan tidak bukan ini semua merupakan Anugrah dari Allah SWT, tugas kita bukan hanya menjadi penonton atau penikmat saja melainkan sebagai penajaga dan pelestari Kekayaan Bumi Wiralodra ini agar kelak bisa dinikmati dari generasi ke generasi. Saya Orang Indramayu, Saya Cinta Indramayu, dan saya bangga jadi bangga jadi Warga Indramayu.

Penulis : Samsul Maarif

Lebih baru Lebih lama