Tragedi Karbala

 


Pada Tahun 60 H/680 M, Muawiyah bin Abu Sufyan menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal dunia karena sakit yang sudah lama diderita. Dengan meninggalnya Muawiyah bin Abu Sufyan, tampuk kekuasaan kini otomatis beralih kepada Yazid bin Muawiyah sang putra mahkota. Saat itu Yazid bin Muawiyah dibai’at oleh seluruh penduduk Syam. Kini cita-cita Muawiyah telah terealisasi, roda kekuasaan berputar pada genggaman keluarganya Bani Umayyah.


       Teringat akan wasiat ayahnya, Yazid bin Muawiyah segera menulis surat kepada Gubernur Madinah saat itu Walid bin Utbah. Yazid bin Muawiyah berpesan kepadanya agar secepatnya meminta bai’at kembali dari tiga tokoh besar umat Islam Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, dan Imam Husein bin Ali. Ia sangat-sangat berharap agar secepatntya melewati masa-masa transisi kekuasaan itu dengan mulus.


        Setelah menerima pesan tersebut Walid bin Utbah mencoba menghubungi Marwan bin Hakam. Ia meminta saran terbaik dari Marwan bin Hakam mengenai persoalan ini. Padahal Marwan sendiri dari dulu mempunyai ambisi untuk menguasai kekhalifahan. Marwan memberikan saran kepada Walid yang seolah-olah mendukung Yazid, tapi dibalik itu justru ingin menjatuhkannya. Marwan berkata, “Menurutku, sebaiknya kamu mendatangi orang-orang itu dan paksa mereka untuk membai’at Yazid. Abdullah bin Umar takkan mungkin memberi perlawanan. Tetapi paksalah Husein bin Ali dan Ibnu Zubair. Jika mereka tidak kau memberikan bai’at, maka penggallah lehernya.”


        Kemudian Walid bin Utbah mengutus orang-orangnya untuk menemui dan menyampaikan surat kepada Abdullah bin Zubair dan Imam Husein bin Ali. Ketika menerima surat dari utusan Walid bin Utbah, Abdullah bin Zubair dan Imam Husain bin Ali sama-sama muak melihat surat tersebut. Terutama Imam Husein, ia sejak dulu sangat tidak senang dengan kepemimpinan Muawiyah, kini ia juga harus dipaksa berbai’at kepada putranya Yazid bin Muawiyah.


        Imam Husein masih ingat betul peristiwa Amul Jama’ah dan poin-poin perjanjian Muawiyah dengan kakaknya Imam Hasan. Dengan terealisasinya Yazid bin Muawiyah diangkat menjadi khalifah ini, menandakan bahwa Muawiyah telah mengkhianati perjanjian yang telah disepakati sekitar 20 tahun silam. Mengenai kepemimpinan setelah Muawiyah ini seharusnya kekhalifahan diserahkan kepada umat Islam bukan justru mengangkat putranya sendiri. Hal inilah yang benar-benar tidak dapat diterima oleh Imam Husein. 


        Tidak menunggu waktu yang lama, Imam Husein memutuskan untuk mendatangi langsung Walid bin Utbah di kediamannya. Beliau datang bersama pengikutnya dengan membawa senjata. Ketika sampai di depan kediaman Walid, Imam Husein berkata kepada mereka, “Jika aku memanggil kalian atau kalian mendengar aku berteriak, maka serbulah ke dalam. Tetapi jika tidak ada apa-apa maka tunggulah sampai aku keluar.” Setelah itu Imam Husein memasuki ke kediaman Walid seorang diri.


        Di dalam Imam Husein mendapati Walid bin Utbah dan Marwan bin Hakam sedang berbincang, mereka berdua terkejut melihat kedatangan Imam Husein. Saat itu Walid langsung menyambutnya dan memulai membicarakan mengenai pembai’atan Yazid. Tanpa basa-basi Imam Husein berkata, “Orang sepertiku tidak akan membai’at seseorang dengan sembunyi-sembunyi, dan menurutku kamu juga tidak akan menerima bai’at seperti itu.” Walid menjawab, “Benar.” Sedangkan Marwan hanya terdiam dan tak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Lalu Imam Husein bergegas pergi keluar meninggalkan mereka.


      Selepas Imam Husain pergi Marwan bin Hakam merasa kecewa kepada Walid bin Utbah. Menurutnya, seharusnya Walid cepat-cepat mengejar Imam Husein dan memintanya secara paksa agar mau berbai’at kepada Yazid. Karena bagaimanapun juga Imam Husein bukanlah orang yang pasif dan pengaruhnya di masyarakat sangatlah besar. Pastinya dia akan melakukan suatu rencana untuk membangkang terhadap Yazid.


      Benar saja di malam harinya Imam Husein bin Ali berencana pergi keluar dari Madinah menuju Mekkah. Hal ini sebetulnya lebih dulu dilakukan oleh Abdullah bin Zubair, ia pergi ke Mekkah karena mendapatkan tekanan dari orang-orang Yazid. Saat itu Imam Husein sedang bersiap-siap meninggalkan Madinah. Ia berpamitan kepada adiknya Muhammad bin Al-Hanafiyah dengan diakhiri pelukan hangat.  Imam Husein pergi ke Makkah bersama keluarganya dan kerabatnya pada bulan Rajab 60 H.


      Ketika sampai di Makkah Imam Husein tinggal di rumah Abbas bin Abdul Muthallib. Kedatangan Imam Husein disambut bahagia penduduk Mekkah, Abdullah bin Zubair dan masyarakat berbondong-berbondong mengunjunginya. Begitupun orang-orang yang sedang berziarah di Mekkah, mereka menyempatkan diri mengunjungi Imam Husein. Setelah itu Imam Husein mengunjungi makam neneknya Sayyidah Khadijah Al-Kubra dan berdoa disana.


      Selama 4 bulan Imam Husein bin Ali tinggal di Mekkah, banyak masyarakat Kufah yang mengirim surat kepada beliau. Orang-orang Kufah menawarkan agar Imam Husein berpindah ke Kufah dan mengumumkan dirinya sebagai Khalifah. Mereka bersumpah bahwa disana akan mendukung penuh Imam Husein dalam melawan tirani Yazid bin Muawiyah. Surat dari itu berdatangan dari hari demi hari, jumlahnya sampai sekitar ratusan.

Bersambung

Penulis : Mohammad Firdaus

Lebih baru Lebih lama