FITNAH
KEDUA:
PENYERANGAN MEKKAH
Oleh:
Mochamad Firdaus
Setelah
pasukan Muslim bin Uqbah berhasil meredam pemberontakan Abdullah bin Hanzhalah
dan mengobrak-abrik seluruh isi Madinah serta membantai warga sipilnya selama 3
hari. Kini mereka melanjutkan misinya lagi -sesuai perintah Khalifah Yazid bin
Muawiyah- yaitu menyerang Mekkah untuk meredam pemberontakan Abdullah bin
Zubair. Namun dalam perjalanan menuju Mekkah, Muslim bin Uqbah meninggal dunia
secara misterius. Kemudian pemimpin pasukan itu digantikan oleh Hushain bin
Numayr seseorang yang tidak kalah galaknya dengan Muslim bin Uqbah.
Pada
24 Muharram 64 H, pasukan Hushain bin Numayr sampai di sekitaran Mekkah, mereka
bersiap melakukan penyerangan. Pasukan Hushain bin Numayr datang dengan membawa
semangat kemenangan. Mereka optimis dapat menghancurkan Mekkah sebagaimana
mereka menghancurkan Madinah. Di sisi lain, Abdullah bin Zubair yang mengetahui
hal ini, sudah jauh-jauh hari menyiapkan pasukan yang dipimpin Mundir bin
Zubair untuk bersiap siaga. Tak membutuhkan waktu yang lama peperangan pun tak
terhindarkan, dua pasukan besar saling serang, tikam, dan sabet-sabetan pedang.
Pasukan
Abdullah bin Zubair berhasil menahan dan mengimbangi serangan demi serangan. Sampai
beberapa hari peperangan ini belum ada hasil yang jelas, kedua pasukan masih
sama kuatnya. Tentu hal ini membuat pasukan Hushain bin Numayr sangat cemas.
Tanpa kehilangan akal, pada 27 Muharram 64 H di Gunung Qubais mereka menyiapkan
sebuah Manjaniq (Ketapel Besar) beserta peluru dari batu bulat yang sudah
dibakar. Mereka langsung melempari batu-batu itu berkali-kali ke pasukan
Abdullah bin Zubair.
Hasilnya
efektif gempuran-gempuran dari Manjaniq itu membuat pasukan Abdulah bin Zubair
kalang kabut berlarian. Bukan hanya itu, pemukiman warga pun ikut hancur dan
yang sangat menyedihkan Ka’bah pun tak luput dari serangan Manjaniq. Saat itu
Ka’bah yang suci dan dua tanduk domba di atasnya -benda peninggalan Nabi
Ibrahim As- terbakar dilalap api dan juga sebagian temboknya runtuh.
Pertempuran ini terus berlanjut hingga beberapa hari kemudian.
Hingga
pada Rabiul Awwal 64 H, peperangan ini berakhir setelah pasukan Hushain bin
Numayr mendengar kabar bahwa Khalifah Yazid bin Muawiyah meninggal dunia. Yang
mengejutkan adalah Abdullah bin Zubairlah yang mengetahui lebih dulu tentang
kabar kematian Yazid bin Muawiyah, dibandingkan pasukan Hushain bin Numayr
sendiri. Saat itu Abdullah bin Zubair berkata, “Wahai orang-orang Syam
sesungguhnya pemimpinmu (Yazid bin Muawiyah) yang zhalim telah mampus!.”
Kemudian
Hushain bin Numayr meminta untuk gencatan senjata dan disetujui oleh Abdullah
bin Zubair. Lalu Hushain bin Numayr memasuki
Mekkah untuk berziarah. Setelah itu ia menemui Abdullah bin Zubair dan
mengajaknya pergi ke Damaskus untuk merebut kursi kekhalifahan dari Bani
Umayyah. Namun ajakkan itu ditolak mentah-mentah oleh Abdullah bin Zubair, ia
memiliki langkah politik yang berbeda. Hushain bin Numayr dan pasukannya pun
pulang dengan tangan hampa.
Benar
saja setelah meninggalnya Khalifah Yazid bin Muawiyah, Abdullah bin Zubair
mendeklarasikan dirinya menjadi Khalifah di Madinah. Ia menguasai wilayah
Hijaz, Mesir, dan Irak. Sementara itu di Damaskus Bani Umayyah juga mengangkat
putra Yazid bin Muawiyah yaitu Muawiyah II sebagai Khalifah untuk melanjutkan
kekuasaan Dinasti Umayyah. Namun Muawiyah bin Yazid atau Muawiyah II rupannya
tidak senang dirinya diangkat menjadi Khalifah, ia merasa dirinya tidak pantas.
Dalam
kesehariannya ia selalu sibuk melakukan ibadah. Setelah itu Muawiyah II pun menjadi
sakit-sakitan hingga ia pun meninggal dunia. Masa kepemimpinan Muawiyah II
sangat singkat, ia tercatat memimpin hanya sekitar 40 hari, dalam riwayat lain
sampai 2 bulan. Selanjutnya kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus dipimpin oleh
Marwan bin Hakam seseorang yang dulu menjadi penyebab wafatnya Sayyidina Utsman
dan ayahnya dilaknat oleh Nabi Muhammad Saw.
Saat
itu dunia Islam terjadi dualisme kepemimpinan yaitu Dinasti Zubairi di Mekkah
yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubair dan Dinasti Umayyah di Damaskus yang
dipimpin oleh Marwan bin Hakam. Namun yang menarik adalah seorang ulama besar, ahli
sejarah Islam, dan ahli tafsir yaitu Imam as-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa-nya
tidak memasukan Marwan bin Hakam dari daftar Khalifah Umayyah. Justru ia
memasukkan nama Abdullah bin Zubair dalam daftar Khalifah, lalu dalam bab itu
ia juga menganggap bahwa Marwan bin Hakam adalah seorang pemberontak dan
kepemimpinannya tidak sah.
Terlepas
dari pembicaraan tentang siapa yang sah dan tidak sah. Saat itu dua kekuatan
antara Abdullah bin Zubair dan Marwan bin Hakam terus saling berebut kekuasaan
dan pengaruh umat Islam. Namun dalam persaingan itu kinerja dari Marwan bin
Hakam lebih mulus, sedikit demi sedikit ia berhasil merebut wilayah-wilayah
dari kekuasaan Abdullah bin Zubair. Sehingga wilayah kekuasaannya terus meluas
dan semakin mengikis wilayah kekuasaan Abdullah bin Zubair.
Bersambung….
Referensi:
Imam
as-Suyuthi. Tarikh Khulafa. Terj. Samson Rahman, MA. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2002)
Rasul
Ja’fariyan. Sejarah Islam: Sejak Wafatnya Nabi SAW Hingga Runtuhnya Dinasti
Bani Umayyah. (Jakarta: Lentera, 2009)
Akbar
Shah Najeebabadi. The History of Islam: Volume Two. (Riyadh: Darussalam,
2000)
Imam
at-Thabari. The History of al-Tabari: Vol XIX, The Caliphate of Yazid B.
Muawiyah. Translated by C.E. Bosworth (Albany: State University of New York
Press, 1988)