Sejarah Kesultanan Kacirebonan dan Sangkut Pautnya dengan Kesultanan Kanoman.

Sejarah Kesultanan Kacirebonn.


Keraton Kacirebonan didirikan oleh Pangeran Carbon Amirul mukminin. Ketika muda beliau diberi gelar Pangeran Raja Kanoman, dan nama lahirnya adalah Pangeran Suryanegara. Beliau merupakan putra Sultan Kanoman keempat, Pangeran Mohammad Khaerudin. Dapat disimpulkan bahwa Keraton Kacirebonan merupakan pecahan dari Keraton Kanoman.

Perpecahan ini diakibatkan saat pemerintahan Sultan Kanoman Keempat, Mohammad Khaerudin yang memerintah dari tahun 1731 sampai wafatnya 1797. Tahun 1795 Cirebon yang dikenal sebagai kota perdagangan kala itu di datangi oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

VOC akhirnya mulai berbisnis di Cirebon, dan berkembang sangat cepat, karena manajemen bisnisnya maju. Hingga terjadi benturan antara VOC dengan warga setempat dan mengakibatkan perang terbuka antara Belanda dan Cirebon. Perang ini merupakan perang dari beberapa fase rentetan perang dari tahun 1795 sampai 1818. Fase pertama ini dipimpin oleh Pangeran Raja Kanoman. Pada saat itu Belanda sangat kewalahan menghadapi masyarakat Cirebon, sampai tahun 1796 ketika Belanda belum bisa menguasai Cirebon dengan cara kekerasan bersenjata, akhirnya residen Belanda di Cirebon Thomas Willbeck mengundang Pangeran Raja Kanoman di rumah dinas keresidenan (sekarangnya menjadi gedung negara).

Pada saat perundingan awalnya lancar, namun terjadi problematika, karena Pangeran Raja Kanoman menolak menandatangani perjanjian yang menurutnya itu akan merugikan Cirebon, saat ditolak mentah-mentah Belanda merasa terhina, akhirnya Pangeran Raja Kanoman ditangkap oleh beberapa pengawal disitu kemudian dibawa dan di penjara di Batavia (Jakarta).

Di Batavia karena masih banyak laskar Cirebon yang ingin membebaskan Pangeran Raja Kanoman, akhirnya Belanda bertindak sigap dan memindahkan Pangeran Raja Kanoman lebih jauh ke Ambon, Maluku. Ini menandakan perang Cirebon fase pertama selesai pada tahun 1796.

Menginjak tahun 1797, Sultan Kanoman Mohammad Khaerudin wafat, dan yang menggantikannya harusnya Pangeran Raja Kanoman, tetapi karena beliau sedang diasingkan di Ambon. Maka kekosongan jabatan ini diperebutkan oleh beberapa putra Sultan Kanoman keempat, yang pada saat itu memiliki 59 anak laki-laki dari beberapa istrinya.

Kemudian Belanda memanfaatkan peluang ini yang sudah merasa diatas angin, akhirnya Belanda mulai masuk ke wilayah Kesultanan Kanoman dan mencari beberapa putra Sultan Kanoman keempat yang bisa diajak kerjasama dengan Belanda, dan yang dibidik adalah Pangeran Imanuddin Abdul Sholeh. Beliau digadang-gadang oleh Belanda menjadi sultan Kanoman kelima, dan akhirnya berhasil menjadi sultan Kanoman kelima.

Saat menjadi Sultan Kanoman kelima, kebijakannya lebih pro dan menguntungkan ke Belanda. Hal ini yang membuat keluarga Kesultanan Kanoman terpecah menjadi dua kelompok yang berbeda, yang mendukung Sultan Kanoman kelima kebanyakan masih di wilayah keraton, dan yang menolak serta menentang Sultan lari ke pinggiran Cirebon, dan disana mendirikan pesantren. Contohnya Pangeran Ahmad Muqqoyim (Mbah Muqoyyim) yang pergi ke arah selatan dan mendirikan pengguron atau pesantren dengan nama pesantren Buntet. Kemudian Pangeran Muhammad Said pergi ke arah timur dan mendirikan pesantren gedongan. Kemudian, Pangeran Maulana Soleh yang mendirikan pesantren Benda Kerep, lokasinya masih di wilayah kota Cirebon.

Pada tahun 1799, pecah perang Cirebon fase kedua, perang ini disebut dengan Perang Santri. Para kyai dan santri dari pinggiran Cirebon ini mempelopori perlawanan masyarakat Cirebon terhadap Belanda. Kemudian muncul tokoh yang juga ikut membantu dan merangkul elemen masyarakat Cirebon untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda, beliau adalah Sultan Kasepuhan kelima, Pangeran Saefuddin Matangaji. 

Secara bersamaan pada tahun 1799 di Eropa terjadi Revolusi Industri, kemudian muncul negara dengan militer yang kuat menjadi negara superpower di Eropa, salah satunya adalah Prancis dibawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Saat itu Prancis berhasil menguasai wilayah-wilayah disekitarnya seperti Belgia, Austria, hingga Belanda. Dengan dikuasainya Belanda, akhirnya Raja Belanda mengungsi ke Inggris. Kemudian Napoleon memanfaatkan kekosongan Belanda dengan menjadikan adiknya sebagai penguasa disana, yakni Louis Bonaparte.

Ketika Prancis menguasai Belanda terjadi perubahan kebijakan, salah satunya pergantian gubernur jenderal Hindia-Belanda, kemudian Prancis mengirim Herman Willem Daendels ke Hindia-Belanda. Kemudian Daendels banyak melakukan perubahan-perubahan dan kebijakan di Hindia-Belanda, salah satunya adalah membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan. Daendels juga memetakan daerah-daerah di Jawa yang masih berkonflik, salah satunya adalah Cirebon. Menurut Daendels ketika iklim di sebuah daerah masih berkonflik itu tidak sehat untuk sebuah pembangunan, akhirnya Daendels menemukan peredam konfliknya dengan melakukan cara memulangkan Pangeran Raja Kanoman dari Ambon ke Cirebon. Masyarakat Cirebon berkonflik dan masih mengacungkan senjata karena masih respect dan empati terhadap Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan.

Sampai di Cirebon tahun 1806, di Cirebon sudah terjadi suksesi pergantian Sultan Kanoman, ternyata ayahnya sudah wafat tahun 1797. Ketika itu muncul gejolak dari kalangan keluarga, ulama dan rakyat, agar Pangeran Raja Kanoman dipulihkan hak-haknya, tapi malah diabaikan. Kemudian pada tahun 1808 Pangeran Raja Kanoman mendirikan kesultanan kecil namanya Kacirebonan, beliau menjadi sultan pertama Kacirebonan dari 1808 sampai wafatnya 1814. Kemudian berganti gelar menjadi Pangeran Carbon Amirul mukminin.

Sekarang kesultanan dipimpin oleh Sultan kesembilan, yakni Pangeran Sultan Abdul Gani Natadiningrat. 

Silsilahnya dari Sultan Carbon Amirul mukminin (1808), Pangeran Madenda Hidayat (1814), Pangeran Raja Denda Wijaya (1851), Pangeran Raja Madenda Partadiningrat (1916), Pangeran Raja Madenda Raharjadiningrat (1933), Pangeran Raja Sidek Arjaningrat (1950), Pangeran Raja Harkat Natadiningrat (1957), Pangeran Raja Moh Mulyono Amir Natadiningrat (1969), Pangeran Raja Abdul Gani Natadiningrat (1997-sekarang).


Bangunan Keraton Kacirebonan.

Bangunan Keraton menghadap ke arah Utara, dan didepannya ditandai dengan sebidang tanah lapang, atau biasa disebut alun-alun, fngsinya pada zaman dulu untuk latihan peperangan, pengadilan umum, dan tempat kumpul masyarakat. Masuk kedalam ada akses pintu yang besar yakni Lawang Kahageng. Setelah masuk kedalam ada dua pendopo kecil yakni Paseban Kulon dan Paseban Wetan, Paseban ini merupakan bangunan untuk pos penjagaan para prajurit untuk menjaga keamanan keraton dan seisinya.

Masuk kedalam ada tiga pintu, pintu kecilnya bernama Lawang Kliningan Wetan dan Kulon. Tengahnya ada Gapura Sela Tangkep. Di dalam ada pendopo Prabayaksa, bangunan yang diperuntukkan tempat tinggal sultan beserta keluarga, dan sekarang sudah menjadi museum. Kemudian disamping kiri atau disebelah barat Prabayaksa ada Tajug (Musholah).


Penulis: Iswanto 
Lebih baru Lebih lama