Balong Kramat Munjul (Ponpes Nurul Huda)

Mbah Abdullah itu berkaitan erat dengan penyambutan syahadat ke 2. Karna pada saat zaman Syekh Syarif Hidayatullah, ada yang mengatakan bahwa nanti di zaman akhir ada pembukaan syahadat ke 2, salah satu cirinya adalah gusti Syarif Hidayatullah kebon melati itu nanti mempunyai pengawal dua yang bernama Megun dan Ngekun. Sejarah Pesantren Munjul ini adalah didirikan oleh Mbah Abdullah Lubul Ma’sun, Mbah Abdullah ini nama aslinya adalah Lubul Ma’sun, ketika beliau haji barulah diberi nama Abdullah Lubul Ma’sun, diambil dari nama ayahnya yaitu Abdullah yang ada di Pasalakan. Makam Mbah Abdullah ini dimakamkan di Pasawakan, yang dikenal masjid kramat Megu. Ayahnya yang bernama Abdul Jabar
yang dimakamkan di Tegal Mantra, mbah Abdul Jabar keturunan dari Mbah Ahmad Ba’is, dan keturunan dari Tubagus Marjan, Tubagus Marjan ini putra dari Abdurrahman Besus asal Pasawakan.

Mbah Abdullah dari kecil hidup di Tegal Mantra, mengaji berguru Mbah Musa Mahar as-Shidiq di Wanantara beliau putranya Pangeran Alimuddin, beliau sekelas dengan Mbah Muqoim (pendiri pesantren Buntet) dan Mbah Mukalim (pendiri pesantren curug Kandraksan). Kemudian Mbah Abdullah menikah dengan Nyai Halimah, beliau adalah putri dari Mbah Mukalim. Dulu Mbah Abdullah menggunakan ijaza Thoriqot syatariyah. Yang salah satunya diambil dari Mbah Musa, ijaza ini juga dipakai oleh Mbah Mukallim, untuk mendapatkan kitab ini adalah turun-temurun dan ada salah satu halaman yang tidak boleh dibuka, dimana buku atau kitab itu menceritakan tentang Syekh Syarif
Hidayatullah, diantaranya terdapat wasiat-wasiatnya, tentang gelar syahadat nya Syekh Syarif Hidayatullah, yang diceritakan nanti bakal terputus dan akan muncul lagi dizaman akhir yaitu assyahadatain di pondok pesantren Munjul.

Pada tahun 1790 M barulah Pesantren Nurul Huda Munjul dibangun oleh KH. Lubil Maksum Bin Abdullah, beliau dikenal dengan sebutan Ki Lebu atau Nenek Abdullah. Mbah Abdullah menantu dari mbah Mukallim, yang mana Mbah Mukallim ini adalah gurunya. Setelah menikah dengan seorang
putri Nenek Mukallim bernama Siti Halimah. Sebelum mengatur Pesantren di Desa Munjul beliau mendirikan pesantren di Kalijaga Cirebon pada tahun itu 1726, tapi naasnya pesantren yang didirikannya dibakar oleh tentara Kolonial Belanda, lalu beliau pindah ke desa Munjul tahun 1789. Setelah Mbah Abdullah wafat pada tahun 1814 M, Pesantren dilanjutkan oleh putra pertamanya, Kyai Syamsudin. Pada masa itu, pesantren dimulai berkembang pesat, hingga dibangun asrama santri. Manajemen Pesantren kemudian oleh Putranya yaitu KH. Zaenal Asyiqin. Pada kepemimpinan
pesantren Kiai Asyiqin semakin berkembang pesat. Banyak santri datang ke pesantren hingga dibangun Masjid yang lebih besar lagi. Masjid itu bernama Nurul Yusuf Muhajir, Kepemimpinan Kiai Asyiqin berlangsung hingga tahun 1945 Masehi. Beliau wafat dan kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Kyai Muhammad Khosin. Pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Khosin Pesantren Nurul Huda mulai berubah haluan menjadi Asy-Syahadatain. Perubahan tatanan pesantren menjadi Asy- Syahadatin.

Pesantren menjadi sebuah aliran Ash-Syahadatain adalah perwujudan dari pesan
yang disampaikan dari Mbah Abdullah. Sejak sebelum berdirinya Ash-Syahadatain, Mbah Abdullah sudah menulis pesan dalam bukunya. Dimana pesan itu menyatakan bahwa akan ada salah satu keturunannya Nabi yang akan melanjutkan syahidnya Syarif Hidayatullah. Dia juga menegaskan
dalam pesannya bahwa cucunya segera bersumpah setia la menyebutkan sifat dan sifat keturunan Nabi SAW dinyatakan secara gamblang, pesan Mbah Abdullah kemudian disampaikan kepada cucu-cucunya untuk mengingat dan segera mempersiapkan diri ikrar setia jika telah dibuka. Perintahkan
segera ikrar jika sudah dibuka lebih ditekankan kembali oleh Kiai Asyiqin.Setelah Kiai Asyiqin' meninggal, ikrar itu dibuka oleh Abah Umar. Namun tahun 1947 kajian akidah sebagai orde massal, Kiai Asyiqin meninggal mendengar bahwa Abah telah membuka syahadat Umar, Kiai Khozin dan keluarganya segera bersumpah setia Setelah Kyai Khozin dan keluarganya berjanji setia kepada Abah
Umar, kemudian seluruh keluarga pesantren Nurul Huda mengikutinya. Sehingga, Pesantren Nurul Huda dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang telah bersumpah setia pada akidah, sehingga kurikulum pesantren juga disesuaikan dengan bimbingan Abah Umar. Pesantren Nurul Huda Munjul akhirnya
sepenuhnya menjadi pesantren yang mengamalkan Ash-Syahadatain.

Dalam pondok pesantren ini terdapat sebuah tanah yang luas lalu dijadikan tempat pengaliran air, digalilah tanah itu hingga sedalam dan seluas mungkin, sampai munculnya mata air, karna mata air itu
terlalu deras maka mata air itu dipersempit tempat keluarnya dengan 3 buah batu besar, dan jadilah balong yang besar hingga bisa dialiri kesetiap asrama para santri dan pemukiman warga. Balong ini memiliki air yang sangat jerni dan segar, sehingga bisa langsung diminum airnya tampa harus dimasak terlebih dahulu. Dan air balong ini juga dapat menyembuhkan orang yang sedang sakit, hingga warga pun menyebutnya sebagai balong kramat. Namu sayangnya balong itu sekarang tidak lagi dialiri ke
pemukiman warga dan hanya digunakan oleh para santri.
Lebih baru Lebih lama