Kunjungan ke Disparbud Kota Cirebon


Pada hari Kamis, 08 Desember 2022 Himpunan Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam (HIMSKI) melakukan lanjutan kunjungan ke Disparbud Kota Cirebon. Hasil yg kami dapat dari kunjungan tersebut, yaitu:
Nadran di kampung Pesisir

Nadran merupakan upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang maha esa. Atas rejeki yang diberikan lewat hasil laut yang di dapat. Adapun bentuk dari kegiatan ini pada umumnya adalah pelepasan perahu ancak atau miniatur perahu sebagai tempat sesaji, yang dilepaskan dititik yang telah ditentukan. Sesajinya berisi kepala sapi, ayam kampung, kembang tujuh rupa, buah-buahan, sayuran dan lainnya. Yang mana pada intinya, isinya merupakan hasil laut, hasil bumi dan hewan ternak.

Nadran juga bukti akulturasi budaya Hindu dan Islam. Dalam Hindu, ada sesajen dipersembahkan kepada penguasa laut untuk keselamatan dan rezeki. Setelah datangnya Islam, sesaji dimaknai sebagai sedekah, sedangkan permohonan tetap ke Allah SWT. Selain adanya pesta laut, ada juga pergelaran wayang kulit.

Keraton Kanoman merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Cirebon
Keraton Kanoman merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Cirebon yang masih berdiri hingga kini. Keraton ini dibangun oleh Pangeran Muhamad Badrudin Kertawijaya atau Sultan Anom I pada 1678. Keraton kanoman menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang penting bagi Kota Cirebon.

Tahun berdirinya Keraton Kanoman tertulis dalam sebuah gambar yang ada di Pintu Jinem Keraton Kanoman, yang menggambarkan matahari berarti 1, wayang darma kusuma yang berarti 5, bumi berarti 1, dan binatang kamangmang yang berarti 0 sehingga menunjukkan angka tahun 1510 Saka atau 1588 Masehi. Saat itu Keraton Kanoman masih menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon sebelum menjadi keraton sendiri pada 1678.

Keraton Kanoman dibangun menghadap ke utara dan membujur hingga ke selatan. Di sebelah utara keraton terdapat alun-alun dan pasar. Sebelah barat laut terdapat Masjid Keraton Kanoman, dan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Sekolah Taman Siswa dan pemukiman penduduk. Alun-alun berfungsi sebagai tempat upacara besar prajurit dan kegiatan lainnya. Saat ini, alun-alun digunakan sebagai arena publik. Sebutan alun-alun diambil dari kata alun yang artinya ombak.

Di tengah alun-alun terdapat pohon beringin yang dikelilingi pagar (waringin kinurung). Waringin berarti pohon beringin dan kinurung artinya adalah terkurung. Pohon beringin yang tumbuh besar memiliki banyak batang dan daun yang lebat sehingga bisa digunakan untuk berlindung dari gerimis dan teriknya matahari. Pohon beringin mempunyai bentuk seperti payung yang merupakan lambang pengayoman dan keteduhan. Dalam hal ini menunjukkan keraton yang dipimpin oleh seorang sultan mempunyai fungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi masyarakatnya. Dalam komplek keraton, terdapat saung yang bernama bangsal Witana yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.

Keraton Kanoman juga menampilkan barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik di museum. Tak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem atau Pendopo untuk menerima tamu, penobatan sultan, dan pemberian restu pada acara seperti Maulid Nabi.

Penulis: Ayu Sonia 
Lebih baru Lebih lama