Eksistensi Kerajinan Gerabah Tradisional: Sejarah dan Teknik Pembuatan Gerabah Desa Sitiwinangun Cirebon

Wawancara bersama pak Mahmud

    Gerabah merupakah bentuk dari hasil budaya manusia yang memiliki usia cukup tua. Gerabah merupakan hasil kebudayaan manusia yang cukup penting karena menyimbolkan aspek-aspek kehidupan manusia, baik kehidupan ekonomi, sosial maupun religius. Secara definisi, gerabah menurut KBBI adalah barang-barang atau benda yang terbuat dari tanah liat yang kemudian dibakar dan berbentuk sebuah wadah.
    Sejarah mencatat manusia mulai mengenal Gerabah sejak dikenalnya tradisi bercocok tanam didaerah pelosok dan daerah pesisir lebih dari 100 tahun yang lalu. Menurut para ahli gerabah mulai dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat sejak manusia mulai mengenal metode bercocok tanam, sementara itu di daerah Timur jauh kemungkinan sudah mengenal gerabah sejak 25.000 tahun SM, gerabah muncul pada masa food gathering atau mencari makan. Pada masa tersebut kehidupan masyarakat masih Nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menyesuaikan ketersediaan makanan yang ada di tempat yang mereka singgahi. Usaha untuk mengumpulkan makanan memerlukan wadah sebagai tempat untuk persediaan makanan, oleh karena itu penggunaan wadah pada saat itu sangat penting.
    Situs Arkeologi di Indonesia terdapat banyak tembikar atau gerabah yang memiliki fungsi sebagai peralatan rumah tangga atau peralatan untuk keperluan ibadah seperti upacara dan penguburan jenazah. Tembikar atau gerabah dari zaman Neolitik ditemukan di Indonesia dan diketahui yang paling awal ditemuan terdapat pada lapisan puncak bukit bukit di Sumatra. Oleh karena itu gerabah sudah melekat lama dan sebagai bukti kebudayaan masyarakat di Indonesia sejak lama. Gerabah merupakan hasil kebudayaan masyarakat agraris, termasuk di Jawa yang masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Gerabah bisa disebut juga sebagai suatu benda yang terbuat dari tanah liat. Tanah liat tersebut biasanya didapatkan di daerah persawahan dan perkebunan yang ada di sekitar desa. Sebagian besar masyarakat menggunakan gerabah untuk peralatan rumah tangga. Selain itu, gerabah juga bisa digunakan untuk pernak-pernik bahkan hiasan untuk rumah, kerajinan rumah tangga merupakan salah satu sumber lapangan kerja yang cukup potensial untuk dikembangkan, karena hal tersebut merupakan warisan budaya yang ada pada setiap suku bangsa di Indonesia.
    Kerajinan rumah tangga pada hakekatnya masih bertahan dalam struktur perekonomian Indonesia, bahkan dari waktu ke waktu senantiasa menunjukkan tingkat perkembangan yang mengesankan. Sebagian besar populasi kerajinan rumah tangga berlokasi di daerah pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan pertanian yang relatif berkurang, kerajinan rumah tangga merupakan jalan keluar. Selain itu, beberapa jenis kegiatan kerajinan rumah tangga banyak menggunakan bahan baku dari sumber-sumber di lingkungan terdekat sehingga biaya produksi dapat ditekan rendah. seperti yang akan dibahas yaitu sejarah dan teknik gerabah di desa Sitiwinangun, Cirebon, Jawa Barat yang sudah bertahan selama ratusan tahun yang di wariskan dari generasi ke generasi.

Sejarah Gerabah Desa Sitiwinangun Cirebon
   Tradisi pembuatan gerabah ini dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Sitiwinangun yang sejak dahulu memiliki budaya pertanian. Menurut cerita, asal usul kerajinan Gerabah ini berawal dari Pangeran Panjunan yang mengkhususkan diri dalam menciptakan karya seni berupa gerabah. Karya-karyanya sangat diapresiasi banyak orang. Hasil karyanya halus, bertenaga dan indah, seolah bisa membuat siapa saja yang melihatnya tertidur. Bahan dasar pembuatan gerabah tanah liat berasal dari desa Sitiwinangun dan bernilai tinggi. Dan karyanya tidak mudah rusak. Kemudian kepandaian itu diteruskan kepada Pangeran Jagabaya. Pangeran Jagabaya juga mewarisi keahlian yang sama dengan Pangeran Panjunan, ia juga ahli dalam pembuatan tembikar. Pekerjaannya lancar. Biarkan mata orang tidak berkedip. Dari Pangeran Jagabaya, keterampilan ini diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucunya hingga sekarang. Tetua di desa kami mengatakan bahwa untuk membuat gerabah yang baik, harus ada syaratnya.
    Sebelum membuat gerabah, harus dilakukan ritual berupa mengelilingi makam/makam Pangeran Jagabaya. Memang, masyarakat Sitiwinangun semakin percaya bahwa jika seseorang hendak memutar alat tembikar (perbot), maka orang tersebut harus mengangkat batu sambil mengepung makam Pangeran Jagabaya. Kini, kepercayaan atau ritual tersebut sudah mulai menurun. Artinya masih ada masyarakat yang benar-benar memegang teguh tradisi Karuhun. Hanya mereka melakukannya secara rahasia. Menurut mereka, untuk mendapatkan hasil yang baik, tradisi kuno perlu dilestarikan. 

Teknik Pembuatan Gerabah Desa Sitiwinangun Cirebon
    Dalam pembuatan Gerabah ada beberapa tahapan dan teknis yang digunakan demi terbentuknya jenis gerabah yang diinginkan. Sebelum ke tahap pembuatan, menurut Ibu Rum Siti (Pemilik Sorum Gerabah) ada proses pertama yaitu pengambilan bahan (Tanah Liat) yang diambil dari wilayah persawahan didesa tersebut, tanah liat tersebut diambil selepas masa panen padi dan dibeli dari pemilik sawah dengan harga 150.000 per bak (Mobil Bak) setelah pengambilan tanah selanjutnya proses pembersihan tanah dari serpihan serpihan seperti batu dan bekas padi selanjutnya yaitu proses percampuran tanah liat dengan pasir halus hal ini bertujuan agar ketika proses pembuatan gerabah dan pembakaran gerabah tidak pecah, barulah tanah liat tersebut bisa digunakan untuk pembuatan gerabah, adapun teknik dari pembuatan gerabah di desa Sitiwinangun menurut Ibu Rum Siti ada beberapa macam, yaitu:
1. Teknik Cetak
    Teknik cetak bisa dikatakan teknik yang cukup mudah diantara teknik lainya karena teknik cetak dalam proses pembuatan gerabah dibantu dengan media cetakan yang sudah dibuat sebelumnya. Dalam teknik ini tanah liat akan diuleni sesuai dengan tekstur yang diinginkan lalu siapkan cetakan sebelum proses pencetakan media cetak harus dibaluri dengan tepung agar tanah tidak menempel di cetakan, teknik cetak ini biasanya digunakan untuk membuat aksesoris dinding rumah seperti topeng, kaligrafi, dan lain-lain.
2. Teknik Pilin
    Teknik pilin merupakan teknik yang digunakan dalam proses pembuatan gerabah hanya menggunakan tangan dan sedikit air, dalam proses ini tanah liat akan dibentuk memanjang dan di bentuk sesuai keinginan, biasanya teknik pilin ini dipakai ketika ingin membuat vas bunga, asbak, dan lain-lain.
3. Teknik Anjun
    Teknik yang satu ini bisa dikatakan teknik yang paling susah diantara teknik pembuatan lainnya, karena teknik anjun memerlukan kemampuan khusus dan kesabaran dari pembuat, pasalnya teknik ini digunakan dengan media bantuan alat putar yang digerakan menggunakan kaki. Teknik ini biasanya digunakan untuk membuat piring, mangkuk, gentong, gelas, dan lain-lain.
    Dalam proses pembuatan gerabah memang memiliki nilai estetikanya masing masing dan hal inilah yang membuat karya seni gerabah menjadi salah satu budaya yang harus dilestarikan eksistensinya dengan memadukan nilai estetika yang terkandung dalam gerabah dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu sebagai mahasiswa yang bergerak di arus kemajuan zaman kita tidak boleh lepas akan budaya yang sudah lama hidup bersama masyarakat, tetap jadikan budaya sebagai identitas dan warisan yang harus terus diwariskan.



Penulis : Syamsul Ma'arif
Editor : Hidayati Azhari
Lebih baru Lebih lama