Ngaji Sejarah: Walisongo dalam Masa Transisi Majapahit dan Padjajaran

 

Dokumentasi bersama Kang Farihin, S.Hum

     Pada agenda Ngaji Sejarah episode ke-92 ini, kang Farihin membawakan narasi yang berjudul "Wali Songo (dalam masa transisi Majapahit dan Padjajaran)".

     Mencintai tanah air itu sebagian daripada iman, terjadi di Mojopahit pada waktu itu stabilitas yang tidak aman yang kemudian disebut dengan krisis yang ada di Majapahit. Sebagaimana yang telah di sebutkan di bukunya misalnya mengalami perang di tahun 1401 sampai 1405 itu ada salah satu seorang ulama bernama Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa, beliau kemudian menjadi ulama sekaligus penasehat raja dan ketika keadaan negara ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja di mana pertanian itu banyak yang rusak karena terjadi bencana alam, kemudian ada lumpur yang menggerus wilayah Majapahit itu diantaranya wilayah Mojokerto kemudian wilayah Sidoarjo. Wilayah Krian yang termasuk wilayah-wilayah yang tergenang lumpur sebenarnya bukan peristiwa yang baru, melainkan peristiwa itu sudah pernah terjadi pada waktu lampau. Lumpur panas inilah yang kemudian menjadikan pertanian itu mengalami gagal total. Karena kondisi seperti ini, Maulana Malik Ibrahim kemudian datang berdakwah ke Majapahit. Hal yang pertama kali beliau lakukan tidak langsung mengajak orang untuk beribadah, tidak langsung dikasih dalil tidak langsung dicekoki oleh berbagai macam persoalan-persoalan agama, tetapi yang dilakukan oleh beliau adalah bagaimana memperbaiki pertanian yang sudah rusak. Inilah bukti cerdasnya dakwah para wali pada saat itu seperti yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim.

    Sebelum ke Majapahit, Maulana Malik Ibrahim bersinggah dahulu di Palembang yang saat itu penguasanya adalah Arya Palembang atau Arya Abdillah. Arya Palembang kemudian masuk Islam di tangan sunan Ampel. Dalam jangka waktu 2 bulan setelah masuknya ia ke agama Islam, bergantilah namanya menjadi Arya Abdillah. Pada cerita-cerita rakyat namanya Damarwulan, jadi Damarwulan Arya, Damar Arya Abdillah itu satu orang yang sama. Anaknya Brawijaya X atau Sri Kartawijaya setibanya di Palembang kemudian mendarat di pelabuhan Tuban, Tuban itu merupakan salah satu pelabuhan besar yang dimiliki oleh Majapahit. Belum lama menginjakkan kakinya di pelabuhan Tuban, dan baru dakwah beberapa waktu kemudian ayahnya Kanjeng Sunan Ampel ini wafat dan kemudian dikuburkan di Tuban. Makanya kalau kita ke Tuban itu ada makamnya Ibrahim Akbar atau Ibrahim Asmarkondi atau Asmaraondi orang Jawanya itu orang yang sama. Ibrahim dakwahnya itu menulis satu kitab yang oleh para santri-santri itu disebutnya kitab Ushul. Ada catatan mengenai kitab yang ditulis oleh Ibrahim atau bapaknya Sunan Ampel. Setelah itu Sunan Ampel beserta dengan saudaranya yaitu Ali Murtado kemudian melanjutkan dakwah di Majapahit. Kenapa harus berdakwah di Mojopahit ? karena di Mojopahit ada bibinya Sunan Ampel yaitu Darawati yang menjadi istri dari raja Majapahit. Jadi kalau kita urutkan, Sunan Ampel itu punya kakak, nama kakaknya Ali Murtado itu masih keturunan bangsawan Singosari dan bangsa Majapahit jadi nenek moyang anaknya Kertanegara.


Penulis : Salman Alparizy

Editor : Rahman

Lebih baru Lebih lama